December 19, 2010

Tuntunan Ulama' Salaf dalam menyikapi hari raya non muslim


Penulis: Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuts Ilmiyyah wal Iftaa. Fatwa n
Fatwa-Fatwa, 24 Desember 2003, 01:44:29

Syaikh Muhammad bin Sholih al Utsaimin

Pertanyaan :
Apakah boleh memberikan ucapan selamat hari raya atau yang lainnya kepada orang orang Masihiyun (penganut ajaran Isa al Masih)?

Jawaban :
Yang benar adalah jika kita mengatakan : Orang-orang nasrani, karena kalimat masihiyun berarti menisbatkan syariat (yang di bawah Nabi Isa) kepada agama mereka, artinya mereka menisbatkan diri mereka kepada Al-Masih Isa bin Maryam.

Padahal telah diketahui bahwa Isa bin Maryam Alaihissalam telah membawa kabar gembira untuk Bani Israil dengan(kedatangan) Muhammad.

Allah Subhanahu wa Taala berfirman: "Dan (ingatlah) ketika Isa Putra Maryam berkata: `Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)`. Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: Ini adalah sihir yang nyata" (Ash-Shaff: 6).

Maka jika mereka mengkafiri/mengingkari Muhammad Shallallahu wa `alaihi wa Sallam maka berarti mereka telah mengkafiri Isa, kerena mereka telah menolak kabar gembira yang beliau sampaikan kepada mereka. Dan oleh karena itu kita mensifati mereka dengan apa yang disifatkan Allah atas mereka dalam Al-Qur`an dan dengan apa yang disifatkan oleh Rasulullah Shallallahu wa `alaihi wa Sallam dalam As-Sunnah, dan yang disifatkan/digambarkan oleh para ulama muslimin dengan sifat ini yaitu bahwa mereka adalah nashrani sehingga kitapun mengatakan: sesungguhnya orang-orang nashrani jika mengkafiri Muhammad Shallallahu wa `alaihi wa Sallam maka sebenarnya mereka telah mengkafiri Isa bin Maryam.

Akan tetapi mereka mengatakan: Sesungguhnya Isa bin Maryam telah memberi kabar gembira kepada kami dengan seorang rasul yang akan datang sesudahnya yang namanya Ahmad, sementara yang datang namanya adalah Muhammad. Maka kami menanti (rasul yang bernama) Ahmad, sedangkan Muhammad adalah bukanlah yang dikabargembirakan oleh Isa. Maka apakah jawaban atas penyimpangan ini?

Jawabannya adalah kita mengatakan bahwa Allah telah berfirman: Maka ketika ia (Muhammad) datang kepada mereka dengan penjelasan-penjelasan،. Ayat ini menunjukkan bahwa rasul tersebut telah datang; dan apakah telah datang kepada mereka seorang rasul selain Muhammad Shallallahu wa `alaihi wa Sallam setelah Isa? Tentu saja tidak, tidak seorang rasulpun yang datang sesudah Isa selain Muhammad Shallallahu wa `alaihi wa Sallam. Dan berdasarkan ini maka wajiblah atas mereka untuk beriman kepada Muhammad Shallallahu wa `alaihi wa Sallam dan juga kepada Isa `Alaihissalam.

Rasul telah beriman kepada Al-Qur`an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, Malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya dan rasul-rasulNya (mereka mengakatan): `Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasulNya.،¦ (Al-Baqarah:285)

Oleh karena itu Nabi Shallallahu wa `alaihi wa Sallam bersabda: Barangsiapa yang bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah dan bahwa Isa adalah hamba dan utusan Allah(Bagian dari hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 3435 dalam kitab Ahaditsul Anbiya` bab Qauluhu Ta`ala: Ya Ahal Kitabi La Taghlul Fi Dinikum, dan oleh Muslim no. 28 dalam kitab Al-Iman bab Ad-Dalil `Alaa Inna Man Maata `Alat Tauhiid Dakhalal Jannah Qath`an dari hadits `Ubadah bin Ash-Shamit Radhiallahu Anhu).

Maka tidak sempurna iman kita kecuali dengan beriman kepada Isa Alaihissalam dan bahwa beliau adalah hamba dan utusan Allah, sehingga kita tidak mengatakan sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang nashrani; bahwa ia adalah putra Allah, dan tidak (pula mengatakan) bahwa ia adalah tuhan. Dan kita tidak pula mengatakan sebagaimana yang dikatakan oleh orang yahudi: bahwa beliau adalah pendusta dan bukan seorang Rasul dari Allah, akan tetapi kita mengatkan bahwa Isa di utus kepada kaumnya dan bahwa syariat Isa dan nabi-nabi yang lainnya telah dihapus oleh syariat Nabi Muhammad Shallallahu wa `alaihi wa Sallam.

Adapun memberi ucapan selamat hari raya kepada orang-orang nashrani atau yahudi maka ia adalah haram berdasarkan kesepakatan para ulama sebagaimana disebutkan Ibnul Qayyim Rahimahullah dalam kitab Ahkam Ahli Adz-Dzimmah, dan silahkan anda membaca teks tulisan beliau: "Dan adapun memberikan ucapan selamat untuk syiar-syiar kekufuran yang bersifat khusus maka ia adalah haram secara ijma`, seperti mengucapkan selama untuk hari raya dan puasa mereka dengan mengatakan : "hari raya yang diberkahi untuk anda،¦ Maka yang seperti ini kalaupun orang yang mengucapkan selamat dari kekufuran maka perbuatan itu termasuk yang diharamkan. Dan ia sama dengan memberikan selamat untuk ujudnya kepada salib. Bahkan itu lebih besar dosanya dan lebih dimurkai oleh Allah daripada memberikan selamat atas perbuatannya meminum khamar, membunuh, melakukan zina dan yang semacamnya. Dan banyak orang yang tidak memiliki penghormatan terhadap Ad-dien terjatuh dalam hal itu dan ia tidak mengetahui apa yang telah ia lakukan". Selesai tulisan beliau.
(Dinukil dari Ash-Shahwah Al-Islamiyah, Dhawabith wa Taujihat, oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin).

Pertanyaan :
Apakah boleh berpartisipasi dengan kalangan non muslim dalam Hari-hari Raya mereka (Natal, Tahun Baru, Paskah, Imlek, dll, red), seperti hari ulang tahun misalnya?

Jawaban :
Alhamdulillah. Seorang muslim tidak boleh berpartisipasi dalam hari-hari perayaan mereka dan turut menunjukkan kegembiraan dan keceriaan bersama mereka dalam memperingatinya, atau ikut libur bersama mereka, baik itu peringatan yang bersifat keagamaan atau keduniawiaan. Karena itu menyerupai musuh-musuh Allah yang memang diharamkan, selain juga berarti menolong mereka dalam kebatilan. Diriwayatkan dengan shahih dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda: "Barangsiapa yang menyerupai satu kaum berarti termasuk golongan mereka."

Sementara Allah juga berfirman: "Bertolong-tolonganlah dalam kebaikan dan ketakwaan dan janganlah bertolong-tolongan dalam dosa dan permusuhan; bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah itu Maha Keras siksanya.." (QS.Al-Maa-idah : 2)

Maka kami nasihat agar Anda menelaah kibat Iqtidhaa-ush Shiratil Mustaqiem karya Ibnu Taimiyyah -Rahimahullah-- sebuah buku yang amat bermutu sekali dalam persoalan tersebut. Wabillahit Taufiq. Semoga shalawat dan salam terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.

(Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuts Ilmiyyah wal Iftaa. Fatwa nomor 2540)

Pertanyaan :
Saya menyaksikan banyak kaum muslimin yang turut berpartisipasi dalam merayakan Hari Natal dan berbagai perayaan lain. Apakah ada dalil dari Al-Qur'an dan Sunnah yang bisa saya tunjukkan kepada mereka bahwa kegiatan tersebut tidaklah disyariatkan?


Jawaban :
Ikut serta dalam Hari Raya orang kafir bersama mereka tidak boleh, berdasarkan hal-hal berikut:
Pertama: itu berarti menyerupai mereka. Nabi bersabda: "Barangsiapa menyerupai satu kaum, maka ia termasuk golongan mereka." Diriwayatkan oleh Abu Dawud, dan dikatakan oleh Al-Albani -Rahimahullah-- : "Hasan shahih." (Shahih Abu Dawud II : 761)

Ini merupakan ancaman keras. Abdullah bin Amru bin Ash Radhiallahu 'anhuma pernah menyatakan: "Barangsiapa yang tinggal di negeri kaum musyrikin dan mengkuti acara Nairuz dan festival keagamaan mereka, lalu meniru mereka hingga mati, ia akan merugi di Hari Kiamat nanti."

Kedua: Ikut serta berarti juga menyukai dan mencintai mereka

Allah berfirman: "Janganlah kalian menjadikan orang-orang Yahudi dan Nashrani sebagai wali kalian.."

Demikian juga Allah berfirman: "Hai orang-orang yang beriman; janganlah kalian menjadikan musuh-musuh-Ku dan musuh-musuh kalian sebagai wali yang kalian berikan kepada mereka kecintaan padahal mereka telah kafir terhadap kebenaran yang datang kepada mereka.."

Yang ketiga: Hari Raya adalah masalah agama dan akidah, bukan masalah keduniaan, sebagaimana ditegaskan dalam hadits: "Setiap kaum memiliki Hari Raya, ini adalah Hari Raya kita.." Hari Raya mereka mengekspresikan akidah mereka yang rusak, penuh syirik dan kekafiran.

Keempat: "Dan mereka-mereka yang tidak menghadiri kedustaan (kemaksiatan).." ditafsirkan oleh para ulama bahwa yang dimaksud dengan kedustaan dalam ayat itu adalah Hari-hari Raya kaum musyrikin. Sehingga tidak boleh menghadiahkan kepada mereka kartu ucapan selamat, atau menjualnya kepada mereka, demikian juga tidak boleh menjual segala keperluan Hari Raya mereka, baik itu lilin, pohon natal, makanan-makanan; kalkun, manisan atau kue yang berbentuk stik atau tongkat dan lain-lain.

Kalau yang dimaksud dengan peringatan di situ adalah peringatan Hari Raya orang-orang kafir dan musyrikin tersebut, jelas tidak boleh kita berpartisipasi dalam Hari Raya yang batil tersebut. Karena itu mengandung kerja sama dan menolong mereka dalam berbuat dosa dan permusuhan. Berpartisipasi dalam Hari Raya mereka juga berarti Menyerupai orang-orang kafir. Islam telah melarang menyerupai orang-orang kafir. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa yang menyerupai satu kaum, maka ia termasuk dalam golongan mereka." (Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Ahmad)

Umar bin Al-Khattab pernah menyatakan: "Jauhilah musuh-musuh Allah pada Hari Raya mereka." Dikeluarkan oleh Al-Baihaqi)

Ibnul Qayyim -Rahimahullah-- menyatakan: "Kaum muslimin tidak boleh menghadiri perayaan Hari-hari Raya kaum musyrikin menurut kesepakatan para ulama yang berhak memberikan fatwa. Para ulama fikih dari madzhab yang empat sudah menegaskan hal itu dalam buku-buku mereka. Imam Al-Baihaqi meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Umar bin Al-Khattab Radhiallahu 'anhu bahwa beliau pernah berkata: "Janganlah menemui orang-orang musyrik di gereja-gereja mereka pada Hari Raya mereka. Karena kemurkaan Allah sedang turun di antara mereka." Umar juga pernah berkata: "Jauhilah musuh-musuh Allah itu pada Hari Raya mereka." Imam Al-Baihaqi juga meriwayatkan dengan sanad yang bagus dari Abdullah bin Amru Radhiallahu 'anhuma beliau pernah berkata: "Barangsiapa lewat di negeri non Arab, lalu mereka sedang merayakan Hari Nairuz dan festival keagamaan mereka, lalu ia meniru mereka hingga mati, maka demikianlah ia dibangkitkan bersama mereka di Hari Kiamat nanti." (Lihat Ahkaamu Ahlidz Dzimmah I : 723-724).

Syaikhul Islam Ahmad bin Abdul Halim Ibnu Taimiyyah -Rahimahullah-- menyatakan dalam bukunya yang agung Iqtidha-ush Shirathil Mustaqiem Mukhalafata Ash-haabil Jahiem: "Adapun apabila seorang muslimin menjual kepada mereka pada Hari-hari Raya mereka segala yang mereka gunakan pada Hari Raya tersebut, berupa makanan, pakaian, minyak wangi dan lain-lain, atau menghadiahkannya kepada mereka, maka itu termasuk menolong mereka mengadakan Hari Raya mereka yang diharamkan. Dasarnya satu kaidah: tidak boleh menjual anggur atau jus kepada orang kafir yang jelas digunakan untuk membuat minuman keras. Juga tidak boleh menjual senjata kepada mereka bila digunakan untuk memerangi kaum muslimin."
Kemudian beliau menukil dari Abdul Malik bin Habib dari kalangan ulama Malikiyyah: "Sudah jelas bahwa kaum muslimin tidak boleh menjual kepada orang-orang Nashrani sesuatu yang menjadi kebutuhan Hari Raya mereka, baik itu daging, lauk-pauk atau pakaian. Juga tidak boleh memberikan kendaraan kepada mereka, atau memberikan pertolongan untuk Hari Raya, karena yang demikian itu termasuk memuliakan kemusyrikan mereka dan menolong mereka dalam kekufuran mereka." (Al-Iqtidhaa cet. Darul Makrifah dengan tahqiq Al-Qafiyy hal. 229-231)

Semua perayaan tahunan dan pertemuan tahunan (yang dirayakan non Muslim, red) adalah Hari-hari Raya bid'ah dan ajaran bid'ah yang tidak pernah diturunkan oleh Allah penjelasan tentang hal itu.

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Berhati-hatilah terhadap amalan yang dibuat-buat. Setiap amalan yang dibuat-buat adalah bid'ah dan setiap bid'ah adalah sesat." (Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud dan At-Tirmidzi serta yang lainnya)

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda: "Masing-masing kaum memiliki Hari Raya, dan ini adalah Hari Raya kita." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -Rahimahullah-- mengulas persoalan tersebut secara panjang lebar dalam buku beliau Iqtidha-ush Shiratil Mustaqiem Mukhalafata Ash-habil Jahiem, berkaitan dengan kecaman terhadap berbagai Hari Raya bid'ah yang tidak ada asalnya dalam ajaran Islam yang lurus. Adapun kerusakan yang terkandung dalam acara-acara tersebut, tidak setiap orang, bahkan juga kebanyakan orang tidak dapat mengetahui kerusakan yang terkandung dalam bentuk bid'ah semacam itu. Apalagi bentuk bid'ah itu adalah bid'ah dalam ibadah syariat. Hanya kalangan cerdik pandai dari para ulama yang dapat mengetahui kerusakan yang terdapat di dalamnya.
Kewajiban umat manusia adalah mengikuti ajaran Kitabullah dan Sunnah Rasul, meskipun ia belum bisa mengetahui maslahat dan kerusakan yang terdapat di dalamnya. Dan bahwasanya orang yang membuat-buat satu amalan pada hari tertentu dalam bentuk shalat, puasa, membuat makanan, banyak-banyak melakukan infak dan sejenisnya, tentu akan diiringi oleh keyakinan hati. Karena ia pasti memiliki keyakinan bahwa hari itu lebih baik dari hari-hari lain. Karena kalau tidak ada keyakinan demikian dalam hatinya, atau dalam hati orang yang mengikutinya, tidak akan mungkin hati itu tergerak untuk mengkhususkan hari tertentu atau malam tertentu dengan ibadah tersebut. Mengutamakan sesuatu tanpa adanya keutamaan adalah tidak mungkin.
Kemudian Hari Raya (Ied) bisa menjadi nama untuk tempat perayaan, waktu perayaan, atau pertemuan pada perayaan tersebut. Ketiganya memunculkan beberapa bentuk bid'ah. Adapun yang berkaitan dengan waktu, ada tiga macam. Terkadang di dalamnya juga tercakup sebagian bentuk tempat dan aktivitas perayaan.
Pertama: Hari yang secara asal memang tidak dimuliakan oleh syariat, tidak pernah pula disebut-sebut oleh para ulama As-Salaf. Tidak ada hal yang terjadi yang menyebabkan hari itu dimuliakan.
Yang kedua: Hari di mana terjadi satu peristiwa sebagaimana terjadi pada hari yang lain, tanpa ada konsekuensi menjadikannya sebagai musim tertentu, para ulama As-Salaf juga tidak pernah memuliakan hari tersebut. Maka orang yang memuliakan hari itu, telah menyerupai umat Nashrani yang menjadikan hari-hari terjadinya beberapa peristiwa terhadap Nabi Isa sebagai Hari Raya. Bisa juga mereka menyerupai orang-orang Yahudi. Sesungguhnya Hari Raya itu adalah syariat yang ditetapkan oleh Allah untuk diikuti. Kalau tidak, maka akan menjadi bid'ah yang diada-adakan dalam agama ini.
Demikian juga banyak bid'ah yang dilakukan masyarakat yang meniru-niru perbuatan umat Nashrani terhadap hari kelahiran Nabi Isa -'Alaihissalam-- , bisa jadi untuk menunjukkan kecintaan terhadap Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan memuliakan beliau. Perbuatan semacam itu tidak pernah dilakukan oleh generasi As-Salaf, meskipun yang mengharuskannya (bila memang boleh) sudah ada, dan tidak ada hal yang menghalangi.
Yang ketiga: Hari-hari di mana dilaksanakan banyak syariat, seperti hari Asyura, hari Arafah, dua Hari Raya dan lain-lain. Kemudian sebagian Ahli Bid'ah membuat-buat ibadah pada hari itu dengan keyakinan bahwa itu merupakan keutamaan, padahal itu perbuatan munkar yang dilarang. Seperti orang-orang Syi'ah Rafidhah yang menghaus-hauskan diri dan bersedih-sedih pada hari Asyura' dan lain-lain. Semua itu termasuk perbuatan bid'ah yang tidak pernah disyariatkan oleh Allah Ta'ala dan Rasul-Nya, tidak pula oleh para generasi As-Salaf atau Ahli Bait Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Adapun mengadakan pertemuan rutin yang berlangsung secara terus menerus setiap minggu, setiap bulan atau setiap tahun selain pertemuan-pertemuan yang disyariatkan, itu meniru pertemuan rutin dalam shalat lima waktu, Jumat, Ied dan Haji. Yang demikian itu termasuk bid'ah yang dibuat-buat.
Dasarnya adalah bahwa seluruh ibadah-ibadah yang disyariatkan untuk dilakukan secara rutin sehingga menjadi sunnah tersendiri dan memiliki waktu pelaksanaan tersendiri kesemuanya telah ditetapkan oleh Allah. Semua itu sudah cukup menjadi syariat bagi hamba-hamba-Nya. Kalau ada semacam pertemuan yang dibuat-buat sebagai tambahan dari pertemuan-pertemuan tersebut dan dijadikan sebagai kebiasaan, berarti itu upaya menyaingi syariat dan ketetapan Allah. Perbuatan itu mengandung kerusakan yang telah disinggung sebelumnya. Lain halnya dengan bentuk bid'ah yang dilakukan seseorang sendirian, atau satu kelompok tertentu sesekali saja."
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, seorang muslim tidak boleh berpartisipasi pada hari-hari yang dirayakan setiap tahun secara rutin, karena itu menyaingi Hari-hari Raya kaum muslimin sebagaimana telah kita jelaskan sebelumnya. Tetapi kalau dilakukan sekali saja, dimisalkan seorang muslim hadir di hari itu untuk memberikan penjelasan kepada kaum muslimin lainnya dan menyampaikan kebenaran kepada mereka, maka tidak apa-apa, insya Allah. Wallahu A'lam.

(Dikutip dari Masa-il wa Rasaa-il oleh Muhammad Al-Humud An-Najdi 31. Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuts Ilmiyyah wal Iftaa. Fatwa nomor 2540)

  Sumber artikel : http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=406

4 Sifat Seorang Da'i

Bismillah...
Berikut ini saya ringkaskan hasil ta'lim yang berlangsung tadi siang bersama Ustadz Isma'il Al Aluury hafizhohulloh. Ta'lim ini membahas tentang muqodimah kitab Al Ushul Ats Tsalatsah karya Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab Rohimahullohu. Matan dari muqodimah itu adalah sebagai berikut:

اعلم رحمك الله ـ أنه يجب علينا تعلم أربع مسائل : الأولى : العلم وهو معرفة الله ومعرفة نبيه ومعرفة دين الإسلام بالأدلة . الثانية : العمل به الثالثة : الدعوة إليه الرابعة : الصبر على الأذى فيه والدليل قوله تعالى بسم الله الرحمن الرحيم (وَالْعَصْرِ) (العصر:1) (إِنَّ الْأِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ) (العصر:2) (إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ)(العصر:3) [ سورة العصر ] 

Artinya:
Ketahuilah, semoga Alloh merahmatimu.Bahwasanya wajib atas kita untuk mengetahui empat hal, yang pertama adalah Al Ilmu, yaitu mengenal Alloh, mengenal nabi-Nya, dan mengenal agama Islam dengan dalil-dalil; yang kedua adalah beramal dengannya (Ilmu); yang ketiga berdakwah kepadanya, yang keempat adalah bersabar atas gangguan-gangguan yang ada di dalamnya.Dan dalilnya adalah firman Alloh Ta'ala: (Surat Al 'Ashr).

Keempat hal di atas adalah empat ciri yang wajib dimiliki oleh seorang da'i sehingga dia pantas untuk diikuti, ditaati, dan diambil faedah darinya, sebagaimana yang dinyatakan oleh Al Imam Ibnul Qoyyim al Jauziyah dalam kitab Zadul Ma'ad. 
Seorang da'i harus memiliki ilmu yang cukup untuk bisa berdakwah, mengajak manusia ke jalan Alloh. Namun, ilmu saja tidaklah cukup. Dia harus mengamalkan ilmu yang telah dimilikinya. Kata seorang salaf, seorang disebut alim jika memiliki ilmu dan beramal dengan ilmu tersebut. Kemudian seorang da'i juga harus mendakwahkan ilmu yang dimilikinya kepada manusia. Dan dakwah itu tidak harus berupa pengkajian kitab-kitab di depan majelis. Dakwah dapat dilakukan ketika sedang duduk-duduk bersama teman, atau ketika sedang makan bersama, sedang berolahraga, atau pada kesempatan-kesempatan lainnya. Dan berdakwah pun harus dilakukan dengan penuh hikmah. Apa itu hikmah? Hikmah adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya. Dakwah hukum asalnya adalah lembut, tetapi jika dibutuhkan dakwah itu bisa keras dan tegas. Tentu saja hal ini tergantung pada siapa orang yang sedang dihadapi ketika berdakwah. Dan berdakwah pun tidak melulu berkesan menggurui. Kita bisa berdakwah kepada teman kita dengan cara yang santai, yang penting pesan kita tersampaikan. Dan perkara terakhir yang dimiliki seorang da'i adalah sabar terhadap segala cobaan yang merintangi dakwah mereka. Dakwah bukanlah pekerjaan yang remeh, yang santai, yang enak. Dalam dakwah, sering muncul rintangan-rintangan ataupun gangguan-gangguan. Dan ini adalah sunatulloh bagi siapa saja yang hendak berdakwah kepada jalan Alloh, pasti selalu ada rintangan, mulai dari zaman Nabi Nuh 'alaihissalam, Nabi Musa 'alaihissalam, Rosululloh Sholallohu'alaihi wasallam, hingga ke zaman sekarang ini. Dan semua gangguan ini harus dihadapi dengan penuh kesabaran dan selalu mengharapkan pertolongan kepada Alloh Ta'ala.
Dan tambahan lagi, ketika kita ingin berdakwah ke tengah masyarakat, yang dibutuhkan oleh mereka itu adalah amalan-amalan. Kebanyakan mereka tidak terlalu mementingkan dalil yang mendasarinya. Oleh karena itu, jika menghadapi masyarakat yang seperti ini, seorang da'i harus menonjolkan amalannya terlebih dahulu, seperti amalan ibadah, akhlak, dan mu'amalah. Namun, semua ini tidak boleh melupakan ilmu yang merupakan landasan dari suatu amalan. 

December 16, 2010

Issue of Jogjakarta Speciality: A "Bug" in Democracy System

Recently, the issue about the speciality of Jogjakarta became trend in press. This issue is triggered by President SBY's speech that pertained about the monarchy system in Jogjakarta which is inappropriate with the democracy system in Indonesia.
There is an interesting thing that can be observed in this issue. If we analyze about the democracy system, we can make a conclusion that the core of this system is freedom and to respect all side. It's means that every people free to give their opinion, just like in country which deify democracy, USA. But, what happened in Jogjakarta is a paradox of the democracy application. In one side, the government want that democracy can be applied in Jogjakarta, so "ordinary men" will have an opportunity to become a leader (governor) in that province. But, on the other side, the government doesn't respect the opinion/eagerness of Jogja people who want the monarchy system, which is the opponent of democracy system, still be applied in framework of Jogjakarta speciality. Here, the democracy try to betray it's own principal, and become a what Indonesian call "senjata makan tuan". Therefore, we can make a question, "do democracy system, which try to respect/tolerate all group/side, will capable to tolerate one group, that is anti-democracy group?". This is the "bug" of democracy system. 
"Bug" is a weakness of a system, and this term is often used in computer system. A similar "bug" with a democracy system I also found in other system that have a spirit to tolerate, to respect, and to be friend with all group in society. In a religious system, there is a term "pluralism" that aimed to unified differences in the country with various religion, and various understanding and study of religion, just like Indonesia. However, I'm sure that this concept of pluralism will not tolerate to a group of people who argue pluralism. People who believe that there is only one religion is true. This is also the paradox of the pluralism concept and pointing that it's false. And I'm belonging to people who disagree with pluralism, because it's wrong. I believe that my religion(Islam) have regulate how we live with people with different religion, and it's different with the concept of pluralism that manifests recently.
So, the conclusion of this writing is that in my opinion, both democracy and pluralism system is wrong.

December 14, 2010

Keutamaan Puasa Asyura Dibarengi Hari Lainnya

Penulis : Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al Ifta

Sebuah hadits Abu Qatadah Radiyyallahu Anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Sallallahu alaihi Sallam bersabda : "Aku berdo’a pada Allah bahwa puasa pada hari Asyura dapat menebus dosa tahun yang lalu." Riwayat Imam Muslim, Al-Jami'-Us-Sahih II/2602.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ditanya tentang puasa Asyura, maka beliau menjawab: "Ia menghapuskan dosa tahun yang lalu." (HR. Muslim (1162), Ahmad 5/296, 297).

Ibnu Abbas menyatakan : "Saya tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berpuasa pada suatu hari karena ingin mengejar keutamaannya selain hari ini (Asyura') dan tidak pada suatu bulan selain bulan ini (maksudnya: Ramadhan)." (HR. al-Bukhari (2006), Muslim (1132)).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah bulan Allah yang bernama Muharram. (HR. Muslim,1163).

Juga, "Abu Hurairah Radiyallahu Anhu meriwayatkan Rasulullah Sallallahu alaihi wa Sallam bersabda : " Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadan adalah puasa pada bulan Muharam, sedang salat yang paling utama sesudah salat fardlu adalah salat malam." HR Muslim II/2611.

Dalam hadits disebutkan bahwa para sahabat berkata kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam : "Wahai Rasulullah! sesungguhnya Asyura' itu hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan Nasrani", maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tahun depan insya Allah kita akan puasa (juga) pada hari yang kesembilan." (HR. Muslim (1134) dari Ibnu Abbas).

Yang dianjurkan bagi muslimin di hari Asyura.

Tanya : Apakah wajib atas muslim untuk berpuasa di hari Asyura ( hari kesepuluh dari bulan Muharram), dan apakah Zakat Fitri wajib (pada hari itu) ?

Jawab : Telah disyariatkan untuk muslim untuk berpuasa pada hari Asyura (sebelumnya), karena telah diwajibkan puasa di hari Asyura oleh Nabi Salallaahu ` Alayhi wa Sallam. Akan tetapi, disaat (puasa Ramadhan) diwajibkan, maka bagi barangsiapa yang ingin berpuasa ('Asyura) silakan berpuasa dan barangsiapa yang tidak ingin menyukai maka tidak mengapa. Dan padanya (hari Asyura) tidak ada kewajiban Zakat Al-Fitr (untuk dibayar) pada hari Asyura, sebagaimana ditetapkan (zakat fitrah tersebut) atas `Ied al-Fitr selepas bulan Ramadhan.

Dan kepada Allahlah seluruh pangkal kesuksesan, dan semoga Allah memberikan shalawat dan salam kepada Muhammad Nabi kita (Salallaahu `Alayhi wa Sallam) dan keluarganya serta sahabatnya.

Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al Ilmiyah wal Ifta, Saudi Arabia, Dewan Tetap Arab Saudi untuk riset-riset Ilmiyah dan Fatwa.

Ketua : Syaikh ' Abdul ' Aziz ibn Abdullah ibn Baz
Wakil Ketua : Syaikh ' Abdur-Razzaq ' Afifi
Anggota: Syaikh ' Abdullaah Ibn Ghudayyaan

Fatawa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al Ilmiyah wal Ifta, Saudi Arabia, Dewan Tetap Arab Saudi untuk riset-riset Ilmiyah dan Fatwa, Jilid 10 hal 400, No.10962.

(Dinukil dari URL : http://www.fatwa-online.com/fataawa/worship/fasting/fas009/0000405_1.htm).

Tanya : Apakah diizinkan untuk berpuasa ' Asyura sehari saja (tgl 10 Muharam saja, red) ?

Jawab : Diperbolehkan untuk puasa hari Asyura. (hari kesepuluh Muharram) satu hari saja, akan tetapi hal itu menjadi lebih baik untuk puasa hari sebelumnya atau hari setelahnya juga dan ini adalah Sunnah yang diajarkan Nabi (Salallaahu `Alaihi wa Sallam) yang bersabda : “Tahun depan insya Allah kita akan puasa (juga) pada hari yang kesembilan." (hari Muharam), (Diriwayatkan oleh Imam Muslim (1134) dari Ibnu Abbas, Imam Ahmad, Ibn Majah, Ibn Abi Syaibah, At-Tahawi, Al-Baihaqi dan Al-Baghawi]. Ibn ' Abbas ( radliyallaahu ' anhumaa) berkata : (bersama dengan hari yang kesepuluh (bulan Muharram).

("Berpuasalah pada hari Asyura' dan selisihilah orang-orang Yahudi itu, berpuasalah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya." (Fathul Bari, 4/245), red)

Dan kepada Allahlah seluruh pangkal kesuksesan, dan semoga Allah memberikan shalawat dan salam kepada Muhammad Nabi kita (Salallaahu `Alaihi wa Sallam) dan keluarganya serta sahabatnya.

Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al Ilmiyah wal Ifta, Saudi Arabia, Dewan Tetap Arab Saudi untuk riset-riset Ilmiyah dan Fatwa.

Ketua : Syaikh ' Abdul ' Aziz ibn Abdullah ibn Baz
Wakil Ketua : Syaikh ' Abdur-Razzaq ' Afifi
Anggota: Syaikh ' Abdullaah Ibn Ghudayyaan

(Dikutip dari terjemah Fatawa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al Ilmiyah wal Ifta, Saudi Arabia, Dewan Tetap Arab Saudi untuk riset-riset Ilmiyah dan Fatwa, Jilid 10 hal 401, No.13700. http://www.fatwa-online.com/fataawa/worship/fasting/fas009/0000405_2.htm)

Sumber: salafy.or.id

December 12, 2010

Ketika Virus-Virus Futur Menyerang

Sebagai seorang muslim, kita perlu mengetahui bahwa yang bisa menyelamatkan kita di kehidupan akhirat kita hanya dua hal, yaitu aqidah shohihah dan amal sholih. Yang perlu kita lakukan di dunia ini adalah hanya selalu istiqomah di atas kedua hal tersebut. Namun, ada kalanya ketika kita sedang berusaha istiqomah, kita malah berbelok dari jalur keistiqomahan tersebut. Kita mundur dari apa yang kita pertahankan tersebut.Keadaan seperti ini dalam Islam diistilahkan dengan futur.
Berikut ini saya ringkaskan hasil ta'lim kemarin sore bersama Al Ustadz Abu Hamzah hafidhohullohu, mengenai masalah futur ini.

Definisi Futur
Futur secara bahasa bisa diartikan terputus setelah terus menerus, pasif setelah aktir, kemunduran, dan kemalasan. Secara istilah artinya kemunduran kita dalam menjalankan perintah-perintah agama.

Penyebab Futur
1. Berlebih-lebihan dalam menjalankan perintah agama, hingga tidak memberikan kesempatan kepada tubuh untuk beristirahat, dan tidak memberikan hak-haknya. Hal ini akan menyebabkan kebosanan hingga akhirnya malah akan meninggalkan ibadah tersebut. Rosululloh sholallohu 'alaihi wasallam melarang umatnya untuk berlebih-lebihan dalam menjalankan ibadah.
2. Berlebihan dalam mengkonsumsi hal mubah. Pada bagian ini, ustadz menerangkan contohnya adalah makan. Ketika kita berlebihan dalam makan, tubuh kita akan kekenyangan dan akan menyebabkan malas beribadah. Mungkin bisa juga tidur dijadikan sebagai contoh lain.
3. Senang hidup menyendiri, dan menghindari berkumpul dengan orang lain, terutama orang-orang sholih. Ketika orang suka hidup menyendiri, tidak ada orang lain yang bisa dijadikan cermin, yang bisa dijadikan cambuk ketika imannya sedang down. Selain itu, syaiton selalu bersama orang yang sendirian. Jika ada teman, ketika amalan kita down, kita melihat kepada teman kita yang masih semangat, maka kita akan tercambuk untuk semangat kembali. Selain itu, ketika ada teman, kita bisa saling menasihati.
4. Kurangnya mengingat kematian dan akhirat. Kita disibukkan dengan aktivitas duniawi, seperti bekerja, kuliah, dll. Hal ini akan menyebabkan kita lalai terhadap ibadah kita. Jika kita mengingat kematian, mengingat bahwa kita akan kembali ke tanah, kemudian akan ada hari perhitungan dan pembalasan, maka kita akan merasa takut akan hal itu dan akan semangat lagi untuk melaksanakan ibadah. Oleh karena itu, ustadz menyarankan agar kita sekali-kali membaca buku tentang kematian, tentang hari kiamat, di sela-sela aktivitas kita sehari-hari.
5. Terlalu banyak melakukan hal yang sia-sia. Ini juga akan menyebabkan kemunduran kita dalam beribadah.
6. Adanya makanan yang bersifat haram dan syubhat dalam tubuh kita. Makanan haram kita tahu, sedangkan makanan syubhat adalah makanan yang tidak jelas halal atau haram.

Apa Solusinya?
Solusinya tentu saja adalah lawan dari penyebab-penyebab itu. Kita harus senantiasa memperhatikan hak-hak tubuh kita agar tidak capek, kita tidak boleh berlebihan dalam hal-hal mubah, kita harus berkumpul bersama orang-orang sholih, harus sering mengingat kematian dan akhirat, menghindari perkara yang sia-sia, dan menjaga makanan yang masuk ke dalam tubuh kita.
Saya juga ingin memberikan solusi tambahan yang saya dapat dari pengalaman hidup sehari-hari saya. Pertama adalah ketika kita sedang lemah, paksakan saja diri kita untuk melaksanakan ibadah dan sebisa mungkin kita hindari maksiat, sebab iman itu bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan maksiat. Ketika kita memaksakan untuk beramal dan menghindari maksiat, iman kita akan bertambah, dan efeknya kita akan lebih semangat lagi dalam melakukan ibadah dan menjauhi maksiat, dan begitu seterusnya, seperti efek domino. Sedangkan solusi yang kedua, dikhususkan bagi para pemuda yang belum menikah, yaitu selalu mengingat surat AnNuur ayat 26: "Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik". Jika kita ingin mendapatkan pasangan yang sholih/sholihah, buatlah diri kita menjadi sholih/sholihah dulu. Jika seorang pemuda mengingat ini, insyaAlloh ia akan semangat lagi ibadahnya..
Selamat mengaplikasikan, semoga bermanfaat.

December 08, 2010

Renungan Hari Ini

Ya Alloh, apa yang selama ini aku lakukan. Aku telah membuang-buang waktu, untuk sesuatu yang tak berguna. Padahal, seorang yang beriman tidak akan menyia-nyiakan waktunya. Adapun aku, tidak hanya disia-siakan waktuku, bahkan waktu itu aku buang ke tempat sampah, yang kotor.
Waktu memang tidak bisa diputar lagi, apa yang telah dilalui tidak bisa diulangi. Lalu bagiamana aku harus menyikapi. Yang bisa kulakukan hanya memperbaiki waktu yang segera kujelang. Mulai dari saat ini juga.
Yang perlu aku lakukan adalah memperbaiki diri. Karena iman bertambah dengan amal dan berkurang dengan maksiat.
Ya Alloh, bimbinglah diriku...

December 04, 2010

Demam Bulutangkis

Setelah event asian games 2010 selesai dengan hasil gemilang bagi pasangan Indonesia, Kido-Hendra, tanganku menjadi semakin gatal untuk memegang raket. Bagaimana tidak, melihat teknik memukul yang mereka lakukan, aku jadi ingin sekali untuk bisa melakukan itu. Oleh karena itu, aku menjadi semakin rajin latihan. Kemudian aku cari-cari referensi, baik berupa artikel, ebook, maupun video tentang teknik-teknik yang benar dalam bermain bulutangkis. Dan demamku ini semakin dikondisikan dengan semakin banyaknya temanku yang mulai menggemari olahraga pukul-memukul bulu ini.
Sebenarnya bulutangkis bukanlah hal yang baru dalam hidupku. Aku sudah memegang raket sejak kelas 3 SD. Ini karena bapakku dan pamanku adalah penggemar bulutangkis, dan di belakang rumah ada lapangan bulutangkis yang rutin digunakan oleh warga di sekitar RT-ku untuk berlatih setiap malam minggu. Kondisi inilah yang membuat bulutangkis sangat familiar bagiku.
Namun ketika SMA, aku mulai jarang bermain bulutangkis. Hal ini karena lapangannya sudah beralih fungsi, kemudian banyak para pemain bulutangkis di RT-ku sudah mulai uzur dan jarang bermain bulutangkis. Dan baru di bangku kuliah aku mulai aktif lagi.
Bulutangkis dapat dikatakan merupakan olahraga raket dengan kecepatan tinggi. Hal ini karena shuttlecock tidak boleh menyentuh lantai lapangan selama pertandingan atau kita akan kehilangan point. Selain itu, kecepatan gerak dan reaksi/reflek pemain dalam mengantisipasi datangnya bola juga sangat penting, apalagi pada permainan ganda (lihat video di bawah). Hal inilah yang membuat bulutangkis sangat menarik bagiku