"Gantunglah cita-cita setinggi langit" merupakan suatu ungkapan yang sering dikatakan oleh seorang guru kepada murid-muridnya ataupun seorang ayah kepada anaknya, agar anak-anak itu menjadi bersemangat dalam hidup, memiliki tujuan, dan juga motivasi untuk meraih tujuan tersebut. Hidup ini tidak boleh hanya seperti air saja (saya sangat tidak setuju dengan pernyataan beberapa orang, "Hidup itu kayak air saja laah, let it flow"). Seseorang harus memiliki cita-cita. Dan karena saya adalah orang,saya pun memiliki cita-cita. Dan mungkin seperti orang kebanyakan, cita-cita saya pun berubah-ubah dari ketika masih kanak-kanak dulu hingga menjadi oom-oom seperti sekarang ini. Berikut ini adalah kronologi cita-cita saya yang berhasil saya ingat dan juga cerita yang ada di baliknya.
Waktu SD dulu, mungkin sekitar kelas 1 atau kelas 2, saya suka membaca buku-buku IPS, dan beberapa buku yang saya baca merupakan buku IPS dan sejarah untuk anak kelas 4 hingga 6 SD. Dan materi yang sangat saya sukai dalam buku itu adalah pada bab sejarah peradaban manusia, mulai dari masa prasejarah hingga zaman sejarah. Saya berulang-ulang membaca buku itu hingga beberapa istilah yang cukup asing untuk anak seusia saya waktu itu pun telah ada di dalam otak saya, seperti Sarkofagus, Trinil, Meganthropus Palaeojavanicus, Kudungga, hingga nama-nama prasasti. Karena kesukaan saya terhadap sejarah ini, saya waktu itu pun memiliki cita-cita untuk menjadi seorang arkeolog, hehehe, cita-cita yang sangat aneh untuk anak seusia saya, secara kebanyakan anak akan menjawab dokter, insinyur, polisi, dan profesi-profesi populer lainnya.
Ketika kelas 5 atau kelas 6 SD, pengetahuan saya pun bertambah. Saya mulai suka membaca buku-buku astronomi. Saya mulai senang dengan hal-hal yang berbau kosmik. Dan karena efek dari buku itu, cita-cita saya pun berubah, yaitu ingin menjadi astronot, atau paling tidak bisa bekerja di NASA. Hohoho, kayaknya gak mungkin banget, tapi namanya juga cita-cita, sah-sah aja donk.
Beranjak dewasa, wawasan saya mengenai dunia luar semakin bertambah, dan ini mempengaruhi cita-cita saya pula. Waktu awal-awal SMA, saya cukup terobsesi dengan orang-orang bergelar "Prof". Oleh karena itu, waktu itu cita-cita saya adalah menjadi seorang profesor. Kemudian, waktu kelas 2 SMA, kebiasaan saya waktu kecil dulu terulang, yaitu membaca buku-buku sejarah. Namun, buku sejarah yang kali ini suka saya baca bukan sejarah mengenai manusia purba dan kerajaan Hindu-Budha, melainkan buku-buku mengenai kemerdekaan bangsa Indonesia. Bukunya Pak Abubakar Lubis mengenai perlawanan mahasiswa Ika Daigaku Jakarta saya lahap. Bukunya Pak Tjokropranolo tentang biografi Jenderal Sudirman tuntas tidak sampai seminggu, padahal bukunya lumayan tebal. Bukunya Mayjen T.B. Simatupang yang berjudul "Laporan dari Banaran" sukses saya baca. Hingga buku-buku Pak A.H. Nasution yang berjudul "Sejarah Perang Kemerdekaan Indonesia", yang semuanya ada sekitar 8 jilid, semuanya habis saya baca. (akibat membaca buku pak Nasution ini, saya waktu itu sangat berkeinginan untuk membaca buku beliau lainnya yang berjudul "The Geurilla Warfare", tapi sampai saat ini tidak kesampaian). Dari buku-buku ini, saya pun menjadi familiar dengan tokoh-tokoh yang mungkin tidak dikenal oleh teman-teman saya (gak sombong), seperti Letkol dr. Eri Sudewo, Ibrahim Datuk Tan Malaka, Amir Syarifuddin, dll. Saya waktu itu pun sangat hafal mengenai kronologi peristiwa yang terjadi di bumi Indonesia ini antara tahun 1945-1949. Dan perlu diketahui, buku-buku ini di perpustakaan SMA-ku disimpan di lemari khusus, dan sepertinya sayalah peminjam pertama buku-buku itu, hehehe cukup bangga. Dampak lain dari buku-buku di atas adalah saya menjadi orang yang sangat berjiwa nasionalis. Sekadar cerita, pernah suatu hari (waktu SMA kelas 2) saya pergi ke warung di waktu malam. Dalam perjalanan ke warung itu saya melewati kantor desa yang di depannya terdapat tiang bendera dengan bendera yang belum diturunkan. Menurut pengetahuan saya waktu itu, bendera merah-putih hanya boleh dikibarkan hingga matahari terbenam. Dengan gagah berani saya pun pulang membawa secarik kertas dan kemudian kembali lagi ke halaman kantor desa saya. Lalu saya turunkan bendera itu (tentunya sebelumnya hormat bendera dulu donk, hehehehe), saya lipat dengan rapi, lalu saya taruh di depan pintu kantor desa dengan meninggalkan secarik kertas di atasnya yang berisi tulisan "Pak, bendera merah putih hanya boleh dikibarkan hingga matahari terbenam. Tolong hormati bendera kita". Hwehehehehe, sepertinya tindakan saya cukup lebay, tapi itulah saya waktu itu yang sangat mengidolakan Jenderal Sudirman dan Jenderal Abdul Haris Nasution.
Efek dari bacaan-bacaan saya di atas, saya pun mulai menyukai hal-hal berbau militer. Saya membaca buku mengenai teori perang milik Jenderal Von Clausewitz, saya membaca buku mengenai teori pertahanan negara, dan buku-buku militer lainnya. Ini pun membuat cita-cita saya menjadi sedikit frontal, yaitu pengen menjadi seorang Jenderal. Hahahahaha, ngeri kaleee. Dan cita-cita itu nyaris akan terwujud karena keluarga saya cukup mendukung saya untuk masuk Akabri. Namun, tidak disangka, tidak diduga, di kelas 3 SMA saya mendapat pencerahan yang membuat saya meninggalkan semua hal-hal konyol yang pernah saya lakukan di waktu kelas 2 SMA dulu. Dan ini pun mengubah cita-cita saya, menjadi "lurus-lurus saja", yaitu pengen jadi Insinyur. Dan bidang yang saya pilih adalah bidang perminyakan, dan ini cukup sesuai dengan realita. Di pertengahan masa kuliah, saya punya cita-cita lain, yaitu pengen jadi ahli geothermal yang ikut serta membangkitkan industri panas bumi di Indonesia. Ini karena kuliah panas bumi yang saya terima, baik dari geologi maupun dari TM. Sebenarnya, di masa-masa kuliah ini cita-cita saya cukup beragam sih, kadang-kadang pengen jadi dosen, kadang-kadang pengen langsung kerja, belum tentu lah, dan masih terus berubah-ubah. Dan akhir-akhir ini, karena pengaruh acara "Jendela Usaha" di TvOne, saya pun mempunyai cita-cita tambahan, yaitu pengen jadi Juragan Kambing, yang saya bayangkan sebagai seseorang dengan memakai kaos dalam berlengan, pake peci putih, pake sarung, pake sabuk warna hijau, di sampingnya ada gelas yang terbuat dari seng dan berisi teh, didampingi oleh pisang goreng, dan kemudian ada seseorang datang dan berkata kepada saya, "Pak Haji, itu ada yang pesen kambing 50 ekor, katanya sih mau buat stok daging kurban. Pak Haji mau jual berapa??". Hahahaha, ini namanya nikmatnya hidup, hahahaha..
Itulah, seperti halnya hidup saya yang insyaAlloh masih akan berjalan, cita-cita saya pun akan terus berjalan, tapi belum saya ketahui, dia mau jalan ke mana....
Ketika kelas 5 atau kelas 6 SD, pengetahuan saya pun bertambah. Saya mulai suka membaca buku-buku astronomi. Saya mulai senang dengan hal-hal yang berbau kosmik. Dan karena efek dari buku itu, cita-cita saya pun berubah, yaitu ingin menjadi astronot, atau paling tidak bisa bekerja di NASA. Hohoho, kayaknya gak mungkin banget, tapi namanya juga cita-cita, sah-sah aja donk.
Beranjak dewasa, wawasan saya mengenai dunia luar semakin bertambah, dan ini mempengaruhi cita-cita saya pula. Waktu awal-awal SMA, saya cukup terobsesi dengan orang-orang bergelar "Prof". Oleh karena itu, waktu itu cita-cita saya adalah menjadi seorang profesor. Kemudian, waktu kelas 2 SMA, kebiasaan saya waktu kecil dulu terulang, yaitu membaca buku-buku sejarah. Namun, buku sejarah yang kali ini suka saya baca bukan sejarah mengenai manusia purba dan kerajaan Hindu-Budha, melainkan buku-buku mengenai kemerdekaan bangsa Indonesia. Bukunya Pak Abubakar Lubis mengenai perlawanan mahasiswa Ika Daigaku Jakarta saya lahap. Bukunya Pak Tjokropranolo tentang biografi Jenderal Sudirman tuntas tidak sampai seminggu, padahal bukunya lumayan tebal. Bukunya Mayjen T.B. Simatupang yang berjudul "Laporan dari Banaran" sukses saya baca. Hingga buku-buku Pak A.H. Nasution yang berjudul "Sejarah Perang Kemerdekaan Indonesia", yang semuanya ada sekitar 8 jilid, semuanya habis saya baca. (akibat membaca buku pak Nasution ini, saya waktu itu sangat berkeinginan untuk membaca buku beliau lainnya yang berjudul "The Geurilla Warfare", tapi sampai saat ini tidak kesampaian). Dari buku-buku ini, saya pun menjadi familiar dengan tokoh-tokoh yang mungkin tidak dikenal oleh teman-teman saya (gak sombong), seperti Letkol dr. Eri Sudewo, Ibrahim Datuk Tan Malaka, Amir Syarifuddin, dll. Saya waktu itu pun sangat hafal mengenai kronologi peristiwa yang terjadi di bumi Indonesia ini antara tahun 1945-1949. Dan perlu diketahui, buku-buku ini di perpustakaan SMA-ku disimpan di lemari khusus, dan sepertinya sayalah peminjam pertama buku-buku itu, hehehe cukup bangga. Dampak lain dari buku-buku di atas adalah saya menjadi orang yang sangat berjiwa nasionalis. Sekadar cerita, pernah suatu hari (waktu SMA kelas 2) saya pergi ke warung di waktu malam. Dalam perjalanan ke warung itu saya melewati kantor desa yang di depannya terdapat tiang bendera dengan bendera yang belum diturunkan. Menurut pengetahuan saya waktu itu, bendera merah-putih hanya boleh dikibarkan hingga matahari terbenam. Dengan gagah berani saya pun pulang membawa secarik kertas dan kemudian kembali lagi ke halaman kantor desa saya. Lalu saya turunkan bendera itu (tentunya sebelumnya hormat bendera dulu donk, hehehehe), saya lipat dengan rapi, lalu saya taruh di depan pintu kantor desa dengan meninggalkan secarik kertas di atasnya yang berisi tulisan "Pak, bendera merah putih hanya boleh dikibarkan hingga matahari terbenam. Tolong hormati bendera kita". Hwehehehehe, sepertinya tindakan saya cukup lebay, tapi itulah saya waktu itu yang sangat mengidolakan Jenderal Sudirman dan Jenderal Abdul Haris Nasution.
Efek dari bacaan-bacaan saya di atas, saya pun mulai menyukai hal-hal berbau militer. Saya membaca buku mengenai teori perang milik Jenderal Von Clausewitz, saya membaca buku mengenai teori pertahanan negara, dan buku-buku militer lainnya. Ini pun membuat cita-cita saya menjadi sedikit frontal, yaitu pengen menjadi seorang Jenderal. Hahahahaha, ngeri kaleee. Dan cita-cita itu nyaris akan terwujud karena keluarga saya cukup mendukung saya untuk masuk Akabri. Namun, tidak disangka, tidak diduga, di kelas 3 SMA saya mendapat pencerahan yang membuat saya meninggalkan semua hal-hal konyol yang pernah saya lakukan di waktu kelas 2 SMA dulu. Dan ini pun mengubah cita-cita saya, menjadi "lurus-lurus saja", yaitu pengen jadi Insinyur. Dan bidang yang saya pilih adalah bidang perminyakan, dan ini cukup sesuai dengan realita. Di pertengahan masa kuliah, saya punya cita-cita lain, yaitu pengen jadi ahli geothermal yang ikut serta membangkitkan industri panas bumi di Indonesia. Ini karena kuliah panas bumi yang saya terima, baik dari geologi maupun dari TM. Sebenarnya, di masa-masa kuliah ini cita-cita saya cukup beragam sih, kadang-kadang pengen jadi dosen, kadang-kadang pengen langsung kerja, belum tentu lah, dan masih terus berubah-ubah. Dan akhir-akhir ini, karena pengaruh acara "Jendela Usaha" di TvOne, saya pun mempunyai cita-cita tambahan, yaitu pengen jadi Juragan Kambing, yang saya bayangkan sebagai seseorang dengan memakai kaos dalam berlengan, pake peci putih, pake sarung, pake sabuk warna hijau, di sampingnya ada gelas yang terbuat dari seng dan berisi teh, didampingi oleh pisang goreng, dan kemudian ada seseorang datang dan berkata kepada saya, "Pak Haji, itu ada yang pesen kambing 50 ekor, katanya sih mau buat stok daging kurban. Pak Haji mau jual berapa??". Hahahaha, ini namanya nikmatnya hidup, hahahaha..
Itulah, seperti halnya hidup saya yang insyaAlloh masih akan berjalan, cita-cita saya pun akan terus berjalan, tapi belum saya ketahui, dia mau jalan ke mana....
NB: tulisan ini terinspirasi oleh hasil obrolan dengan teman-teman beberapa hari kemarin.
No comments:
Post a Comment