Seperti diketahui, bahwasanya tim thomas dan uber Indonesia gagal pada turnamen tahun 2010 ini. Dan kedua kegagalan ini terjadi ketika menghadapi negeri tirai bambu, China. Tim Uber dikalahkan China di semifinal sedangkan tim Thomas tumbang di babak final. Sebagai penggemar bulutangkis, untuk kesekian saya harus kecewa melihat penampilan para pemain bulutangkis ini kala menghadapi permainan ulet dan taktis dari negeri kungfu itu. Yang membuat saya lebih kecewa adalah bahwasanya, tim Indonesia tidak hanya kalah dari skornya saja (kalah dalam peperangan), tetapi tim Indonesia kalah segala-galanya dari tim China.
Kecepatan, tenaga, stamina, akurasi, keuletan, hingga mental, semuanya kalah. Hal ini sangat nampak jelas sekali kala mengamati pertarungan antara Taufik Hidayat melawan Lin Dan. Dari kecepatan dan akurasi, terlihat bahwa smash-smash Lin Dan jauh lebih unggul dari smash Taufik, hingga berkali-kali Taufik terpaksa menyerahkan angka akibat smash geledek itu. Dari akurasi pukulan, Lin Dan sangat jarang membuang-buang bola dengan menjatuhkan shuttlecock di luar lapangan pertandingan, sebaliknya dengan Taufik, berapa kali dia melakukan perbuatan sia-sia itu. Ketika melakukan permainan netting, Lin Dan hampir selalu melakukannya dengan sempurna, dan hal ini tentu berbeda dengan Taufik. Bola netting-nya sering nyangkut dan kalau tidak nyangkut, pasti terlalu tinggi sehingga menjadi santapan empuk Lin Dan. Dari keuletan, Taufik terlihat sangat pasrah ketika dihujani smash-smash oleh Lin Dan. Bola hanya disambut dengan pandangan mata pasrah dan menyesal (halah, lebay..). Lain halnya dengan Lin Dan, ke manapun smash diarahkan, dia selalu berusaha mengejarnya (dan sialnya selalu terkejar dan bisa mengembalikan dengan sempurna, semprul!!!). Dan terakhir dari segi mental, Lin Dan bermain dengan begitu tenang sehingga bisa mengendalikan permainan sesuai dengan yang dia inginkan. Kadang-kadang dia yang mengatur permainan, kadang-kadang dia meladeni apa yang Taufik inginkan dengan begitu santai (terlihat dari caranya melayani bola Taufik), tetapi semua itu selalu diakhiri dengan point di tangannya. Sebaliknya Taufik seperti orang yang sedang diajari bermain bulutangkis. Terburu-buru, tidak tenang, dan terlihat frustasi karena begitu susahnya "membunuh" Lin Dan hingga akhirnya dia yang "mati" sendiri. Dan tentu saja ini tidak hanya dialami oleh Taufik ketika menghadapi Lin Dan. Hal ini juga dialami pemain-pemain lain ketika menghadapi China, baik tim thomas maupun tim uber.Kita boleh saja kecewa, tapi kekecewaan ini tidaklah akan mengatasi masalah. Kita boleh saja menghujat, tetapi hujatan tidak akan memperbaiki keadaan, dan justru akan memperburuknya. Bagaimanapun kita harus menghargai jerih payah putra-putri bangsa, anggota tim thomas dan uber Indonesia, dengan penghargaan yang setinggi-tingginya. Namun, bukan berarti dengan kita menghargai jerih payah mereka lantas kita merasa puas dengan keadaan dunia perbulutangkisan Indonesia saat ini. Dari kegagalan yang terjadi pada turnamen Thomas-Uber Cup 2010 ini, kita (yang dimaksud "kita" tentu saja bangsa Indonesia secara umum, dan tentu saja para pemangku kepentingan dunia perbulutangkisan Indonesia secara khusus) seharusnya sadar bahwa pasti ada yang salah dengan dunia perbulutangkisan Indonesia dan hal ini harus segera dibenahi.
Kalau dari segi teknik permainan, tim Indonesia sudah cukup baik. Yang masih kurang dari para anggota tim Indonesia adalah masalah kecepatan, kekuatan, dan stamina. Ini semua berhubungan dengan segi fisik. Dahulu, tim Indonesia memiliki seorang pemain bulutangkis yang terkenal dengan "Jumping Smash"-nya, yaitu Liem Swie King. Apa sih kiat yang menjadikan dia sebagai juara dunia dan memiliki jumping smash yang maut? Salah satunya adalah latihan fisik, tetapi latihan fisiknya melebihi latihan fisik yang diberikan di Pelatnas. Hal ini selain dapat melatih fisik, juga melatih kedisiplinan dan keuletan. Model latihan fisik semacam ini seharusnya ditiru dan diterapkan oleh setiap anggota tim Thomas dan Uber Indonesia.
Dari segi akurasi dan variasi pukulan, kita masih tertinggal jauh dengan China. Akurasi dan variasi pukulan sangat berkaitan erat dengan teknik latihan yang dilakukan. Teknik latihan yang ada saat ini tentunya harus diperbaiki. Apa salahnya sih kita belajar ke China untuk mendapat ilmu tentang latihan memukul bola secara cepat, akurat, dan variatif? Hal ini bisa saja kan dilakukan? Kita perlu tahu, mengapa para pemain China bisa melakukan pukulan dengan cepat dan akurat. Mungkin saja mereka memasukkan jurus-jurus Kung Fu dalam setiap latihan mereka, hehehe. Atau jika hal ini tidak berkaitan dengan teknik latihan, mungkin berkaitan dengan porsi latihan yang kurang. Para pemain mungkin perlu didorong untuk berlatih lebih giat dan lebih serius lagi.Tentang segi mental, ini berkaitan dengan keuletan dan ketenangan pemain ketika berlaga di lapangan. Mental ulet, tenang, dan disiplin perlu ditanamkan lebih mendalam ke dalam jiwa tiap pemain bulutangkis Indonesia. Berkaitan dengan keuletan ini, saya sungguh sangat terkesan dengan tim Uber Korea yang berhasil mengalahkan China di final. Mereka begitu ulet ketika bermain. Kemanapun bola tertuju pasti selalu dikejar walau harus jatuh-bangun, pontang-panting, porak-poranda, kacau-balau (..halah, gak nyambung..), hingga akhirnya mereka meraih hasilnya berupa piala Uber untuk pertama kalinya. Mungkin para pemain Indonesia perlu belajar kepada tim uber Korea tentang ilmu ulet ini. Atau untuk melatih mental bermain mereka, kayaknya perlu diadakan semacam training motivasi bagi para atlet, mungkin dengan training ESQ, Mario Teguh, atau mungkin Rendy Saputra, hehehehe.. Yang jelas saya lihat mental bermain para pebulutangkis Indonesia masih loyo. Kurang memiliki semangat juang, masih sering grogi, grasa-grusu (bahasa apa ini????), sehingga sering merugikan mereka sendiri. Untuk itu, segi mental ini perlu dijadikan perhatian utama oleh para pengurus PBSI/Pelatnas.
Kesimpulannya, masih banyak kekurangan di sana-sini yang mengakibatkan tim Indonesia perlu menunda (lagi) untuk bisa memegang supremasi tertinggi kejuaraan bulutangkis sejagat itu. Dan tentu saja PBSI, Pelatnas, dan para pelatih memiliki pandangan sendiri tentang penyebab kegagalan ini. Mungkin pandangan itu berbeda dengan pandangan saya, tapi yang menjadi inti adalah kegagalan ini perlu disikapi dengan suatu tindakan nyata (bukan disikapi dengan arif saja lho...), yaitu dengan segera mengadakan perbaikan di sana-sini, mulai dari segi pelatihan, teknik, fisik, mental, atau mungkin hingga masalah pembibitan generasi baru, untuk bulutangkis Indonesia yang lebih baik, dan tentu saja Thomas-Uber 2012.
Jayalah Bulutangkis Indonesia....
Dari segi akurasi dan variasi pukulan, kita masih tertinggal jauh dengan China. Akurasi dan variasi pukulan sangat berkaitan erat dengan teknik latihan yang dilakukan. Teknik latihan yang ada saat ini tentunya harus diperbaiki. Apa salahnya sih kita belajar ke China untuk mendapat ilmu tentang latihan memukul bola secara cepat, akurat, dan variatif? Hal ini bisa saja kan dilakukan? Kita perlu tahu, mengapa para pemain China bisa melakukan pukulan dengan cepat dan akurat. Mungkin saja mereka memasukkan jurus-jurus Kung Fu dalam setiap latihan mereka, hehehe. Atau jika hal ini tidak berkaitan dengan teknik latihan, mungkin berkaitan dengan porsi latihan yang kurang. Para pemain mungkin perlu didorong untuk berlatih lebih giat dan lebih serius lagi.Tentang segi mental, ini berkaitan dengan keuletan dan ketenangan pemain ketika berlaga di lapangan. Mental ulet, tenang, dan disiplin perlu ditanamkan lebih mendalam ke dalam jiwa tiap pemain bulutangkis Indonesia. Berkaitan dengan keuletan ini, saya sungguh sangat terkesan dengan tim Uber Korea yang berhasil mengalahkan China di final. Mereka begitu ulet ketika bermain. Kemanapun bola tertuju pasti selalu dikejar walau harus jatuh-bangun, pontang-panting, porak-poranda, kacau-balau (..halah, gak nyambung..), hingga akhirnya mereka meraih hasilnya berupa piala Uber untuk pertama kalinya. Mungkin para pemain Indonesia perlu belajar kepada tim uber Korea tentang ilmu ulet ini. Atau untuk melatih mental bermain mereka, kayaknya perlu diadakan semacam training motivasi bagi para atlet, mungkin dengan training ESQ, Mario Teguh, atau mungkin Rendy Saputra, hehehehe.. Yang jelas saya lihat mental bermain para pebulutangkis Indonesia masih loyo. Kurang memiliki semangat juang, masih sering grogi, grasa-grusu (bahasa apa ini????), sehingga sering merugikan mereka sendiri. Untuk itu, segi mental ini perlu dijadikan perhatian utama oleh para pengurus PBSI/Pelatnas.
Kesimpulannya, masih banyak kekurangan di sana-sini yang mengakibatkan tim Indonesia perlu menunda (lagi) untuk bisa memegang supremasi tertinggi kejuaraan bulutangkis sejagat itu. Dan tentu saja PBSI, Pelatnas, dan para pelatih memiliki pandangan sendiri tentang penyebab kegagalan ini. Mungkin pandangan itu berbeda dengan pandangan saya, tapi yang menjadi inti adalah kegagalan ini perlu disikapi dengan suatu tindakan nyata (bukan disikapi dengan arif saja lho...), yaitu dengan segera mengadakan perbaikan di sana-sini, mulai dari segi pelatihan, teknik, fisik, mental, atau mungkin hingga masalah pembibitan generasi baru, untuk bulutangkis Indonesia yang lebih baik, dan tentu saja Thomas-Uber 2012.
Jayalah Bulutangkis Indonesia....
No comments:
Post a Comment